Kamis, 10 November 2011

MENGHITUNG STABILITAS





Pengertian Stabilitas 




Stabilitas adalah keseimbangan dari kapal, merupakan sifat atau kecenderungan dari sebuah kapal untuk kembali kepada kedudukan semula setelah mendapat senget (kemiringan) yang disebabkan oleh gaya-gaya dari luar (Rubianto, 1996). Sama dengan pendapat Wakidjo (1972), bahwa stabilitas merupakan kemampuan sebuah kapal untuk menegak kembalisewaktu kapal menyenget oleh karena kapal mendapatkan pengaruh luar, misalnya angin, ombak dan sebagainya. Secara umum hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan kapal dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu : 

(a). Faktor internal yaitu tata letak barang/cargo, bentuk ukuran kapal, 
kebocoran karena kandas atau tubrukan 
(b). Faktor eksternal yaitu berupa angin, ombak, arus dan badai 

Oleh karena itu maka stabilitas erat hubungannya dengan bentuk kapal, muatan, draft, dan ukuran dari nilai GM. Posisi M hampir tetap sesuai dengan style kapal, pusat buoyancy B digerakkan oleh draft sedangkan pusat gravitasi bervariasi posisinya tergantung pada muatan. Sedangkan titik M adalah tergantung dari bentuk kapal, hubungannya dengan bentuk kapal yaitu lebar dan tinggi kapal, bila lebar kapal melebar maka posisi M bertambah tinggi dan akan menambah pengaruh terhadap stabilitas. 
Kaitannya dengan bentuk dan ukuran, maka dalam menghitung stabilitas kapal sangat tergantung dari beberapa ukuran pokok yang berkaitan dengan dimensi pokok kapal.  Ukuran-ukuran pokok yang menjadi dasar dari pengukuran kapal adalah panjang (length), lebar (breadth), tinggi (depth) serta sarat (draft). Sedangkan untuk panjang di dalam pengukuran kapal dikenal beberapa istilah seperti 


LOA (Length Over All), LBP (Length Between Perpendicular) dan LWL (Length Water Line).  

Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum melakukan perhitungan stabilitas kapal yaitu : 

(a). Berat benaman (isi kotor) atau displasemen adalah jumlah ton air yang dipindahkan oleh bagian
       kapal yang tenggelam dalam air.  
(b). Berat kapal kosong (Light Displacement) yaitu berat kapal kosong termasuk mesin dan alat-alat yang
       melekat pada kapal. 
(c). Operating load (OL) yaitu berat dari sarana dan alat-alat untuk mengoperasikan kapal dimana tanpa
      alat ini kapal tidak dapat berlayar. 

                                                     Displ  =  LD + OL + Muatan  
                                                     DWT =  OL + Muatan  

Dilihat dari sifatnya, stabilitas atau keseimbangan kapal dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu satbilitas statis dan stabilitas dinamis.   Stabilitas  statis diperuntukkan bagi kapal dalam keadaan diam dan terdiri dari stabilitas melintang dan membujur. Stabilitas melintang adalah kemampuan kapal untuk tegak sewaktu mengalami senget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya, sedangkan stabilitas membujur adalah kemampuan kapal untuk kembali ke kedudukan semula setelah mengalami senget dalam arah yang membujur oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya. Stabilitas melintang kapal dapat dibagi menjadi sudut senget kecil (00-150) dan sudut senget besar (>150). Akan tetapi untuk stabilitas awal pada umumnya diperhitungkan hanya hingga 150 dan pada pembahasan stabilitas melintang saja. Sedangkan stabilitas dinamis diperuntukkan bagi kapal-kapal yang sedang oleng atau mengangguk ataupun saat menyenget besar. Pada umumnya 
kapal hanya menyenget kecil saja. Jadi senget yang besar, misalnya melebihi 200 bukanlah hal yang biasa dialami. Senget-senget besar ini disebabkan oleh beberapa keadaan umpamanya badai atau oleng besar ataupun gaya dari dalam antara lain GM yang negative. Dalam teori stabilitas dikenal juga istilah stabilitas awal yaitu stabilitas kapal pada senget kecil (antara 0?–15?). Stabilitas awal ditentukan oleh 3 buah titik yaitu titik berat (Center of gravity) atau biasa disebut titik  G,  titik apung (Center of buoyance) atau titik B dan titik meta sentris (Meta centris) atau titik M. 

(2). Macam-macam Keadaan Stabilitas

Pada prinsipnya keadaan stabilitas ada tiga yaitu Stabilitas Positif (stable equilibrium), stabilitas Netral (Neutral equilibrium) dan stabilitas Negatif (Unstable equilibrium).  

(a). Stabilitas Positif (Stable Equlibrium

Suatu kedaan dimana titik G-nya berada di atas titik M, sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap sewaktu menyenget mesti memiliki kemampuan untuk menegak kembali.  

(b). Stabilitas Netral (Neutral Equilibrium)

Suatu keadaan stabilitas dimana titik G-nya berhimpit dengan titik M. maka momen penegak kapal yang memiliki stabilitas netral sama dengan nol, atau bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali sewaktu menyenget. Dengan kata lain bila kapal senget tidak ada MP maupun momen penerus sehingga kapal tetap miring pada sudut senget yang sama, penyebabnya adalah titik G terlalu tinggi dan berimpit dengan titik M karena terlalu banyak muatan di bagian atas kapal

(c). Stabilitas Negatif (Unstable Equilibrium

Suatu keadaan stabilitas dimana titik G-nya berada di atas titik M, sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas negatif sewaktu menyenget tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali, bahkan sudut sengetnya akan bertambah besar, yang menyebabkan kapal akan bertambah miring lagi bahkan bisa menjadi terbalik. Atau suatu kondisi bila kapal miring karena gaya dari luar , maka timbullah sebuah momen yang dinamakan MOMEN PENERUS/Heiling moment sehingga kapal akan bertambah miring

(3). Titik-Titik Penting dalam Stabilitas 

Menurut Hind (1967), titik-titik penting dalam stabilitas antara lain adalah titik berat (G), titik apung (B) dan titik M.  

(a). Titik Berat (Centre of Gravity

Titik berat (center of gravity) dikenal dengan titik G dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap dari semua gaya-gaya yang menekan ke bawah terhadap kapal. Letak titik G ini di kapal dapat diketahui dengan meninjau semua pembagian bobot di kapal, makin banyak bobot yang diletakkan di bagian atas maka makin tinggilah letak titik Gnya. Secara definisi titik berat (G) ialah titik tangkap dari semua gaya – gaya yang bekerja kebawah. Letak titik G pada kapal kosong ditentukan oleh hasil percobaan stabilitas. Perlu diketahui bahwa, letak titik G tergantung daripada pembagian berat dikapal. Jadi selama tidak ada berat yang di geser, titik G tidak akan berubah walaupun kapal oleng atau mengangguk.

(b). Titik Apung (Centre of Buoyance

Ttitk apung (center of buoyance) diikenal dengan titik B dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap dari resultan gaya-gaya yang menekan tegak ke atas dari bagian kapal yang terbenam dalam air. Titik tangkap B bukanlah merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat dari kapal. Dalam stabilitas kapal, titik B inilah yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah mengalami senget. Letak titik B tergantung dari besarnya senget kapal ( bila senget berubah maka letak titik B akan berubah / berpindah. Bila kapal menyenget titik B akan berpindah kesisi yang rendah.  

(c). Titik Metasentris 

Titik metasentris atau dikenal dengan titik M dari sebuah kapal, merupakan sebuah titik semu dari batas dimana titik G tidak boleh melewati di atasnya agar supaya kapal tetap mempunyai stabilitas yang positif (stabil). Metaartinya berubah-ubah, jadi titik metasentris dapat berubah letaknya dan 
tergantung dari besarnya sudut senget. Apabila kapal senget pada sudut kecil (tidak lebih dari 150), maka titik apung B bergerak di sepanjang busur dimana titik M merupakan titik pusatnya di 
bidang tengah kapal (centre of line) dan pada sudut senget yang kecil ini 
perpindahan letak titik M masih sangat kecil, sehingga maish dapat 
dikatakan tetap. 
     Gambar 1.  Titik-titik penting dalam stabilitas  

Keterangan : 
 K = lunas (keel
 B = titik apung (buoyancy
 G  = titik berat (gravity
 M = titik metasentris (metacentris
 d = sarat (draft
 D = dalam kapal (depth
 CL  = Centre Line 
 WL = Water Line 

(4). Dimensi Pokok Dalam Stabilitas Kapal  

(a). KM (Tinggi titik metasentris di atas lunas) 

KM ialah jarak tegak dari lunas kapal sampai ke titik M,  atau jumlah jarak dari lunas ke titik apung (KB) dan jarak titik apung ke metasentris (BM), sehingga KM dapat dicari dengan rumus : 

                                                        KM = KB + BM 

Diperoleh dari diagram metasentris atau hydrostatical curve bagi setiap sarat (draft) saat itu. 

(b). KB (Tinggi Titik Apung dari Lunas) 

Letak titik B di atas lunas bukanlah suatu titik yang tetap, akan tetapi berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat atau senget kapal (Wakidjo, 1972).  
Menurut Rubianto (1996), nilai KB dapat dicari : 

Untuk kapal tipe plat bottom, KB = 0,50d 
Untuk kapal tipe  V bottom, KB = 0,67d 
Untuk kapal tipe  U bottom, KB = 0,53d 

dimana d = draft kapal 
Dari diagram metasentris atau lengkung hidrostatis, dimana nilai KB dapat 
dicari pada setiap sarat kapal saat itu (Wakidjo, 1972). 

(c). BM (Jarak Titik Apung ke Metasentris) 

Menurut Usman (1981), BM dinamakan jari-jari metasentris atau metacentris radius karena bila kapal mengoleng dengan sudut-sudut yang kecil, maka lintasan pergerakan titik B merupakan sebagian busur lingkaran dimana M merupakan titik pusatnya dan BM sebagai jari-jarinya. Titik M masih bisa 
dianggap tetap karena sudut olengnya kecil (100-150). 


Lebih lanjut dijelaskan Rubianto (1996) : 

  BM = b2/10d , dimana  :  b  = lebar kapal (m) 
                                         d  = draft kapal (m) 

(d). KG (Tinggi Titik Berat dari Lunas) 

Nilai KB untuk kapal kosong diperoleh dari percobaan stabilitas (inclining experiment), selanjutnya KG dapat dihitung dengan menggunakan dalil momen.  Nilai KG dengan dalil momen ini digunakan bila terjadi pemuatan atau pembongkaran di atas kapal dengan mengetahui letak titik berat suatu bobot di atas lunas yang disebut dengan vertical centre of gravity (VCG) lalu dikalikan dengan bobot muatan tersebut sehingga diperoleh momen bobot tersebut, selanjutnya jumlah momen-momen seluruh bobot di kapal dibagi dengan jumlah bobot menghasilkan nilai KG pada saat itu. 
   
                                              
dimana,  
?M = Jumlah momen (ton) 
?W =  jumlah perkalian titik berat dengan bobot benda (m ton) 
   

(e). GM (Tinggi Metasentris) 
Tinggi metasentris atau metacentris high (GM) yaitu jarak tegak antara titik G 
dan titik M. 
Dari rumus disebutkan : 

(f). Momen Penegak (Righting Moment) dan Lengan Penegak (Righting 
Arms
Momen penegak adalah momen yang akan mengembalikan kapal ke 
kedudukan tegaknya setelah kapal miring karena gaya-gaya dari luar dan 
gaya-gaya tersebut tidak bekerja lagi (Rubianto, 1996). 


Gambar 2. Momen Penegak Atau lengan penegak






Pada waktu kapal miring, maka titik B pindak ke B1, sehingga garis gaya 
berat bekerja ke bawah melalui G dan gaya keatas melalui B1 . Titik M 
merupakan busur dari gaya-gaya tersebut. Bila dari titik G ditarik garis 
tegak lurus ke  B1M maka berhimpit dengan sebuah titik Z. Garis GZ inilah 
yang disebut dengan lengan penegak (righting arms). Seberapa besar 
kemampuan kapal tersebut untuk menegak kembali diperlukan momen 
penegak (righting moment). 
Pada waktu kapal dalam keadaan senget maka displasemennya tidak 
berubah, yang berubah hanyalah faktor dari momen penegaknya. Jadi 
artinya nilai GZ nyalah yang berubah karena nilai momen penegak 
sebanding dengan besar kecilnya nilai GZ, sehingga GZ dapat dipergunakan 
untuk menandai besar kecilnya stabilitas kapal. 
Untuk menghitung nilai GZ sebagai berikut:    


  Sin ?  = GZ/GM 





(g).  Periode Oleng (Rolling Period

Periode oleng dapat kita gunakan untuk menilai ukuran stabilitas. Periode oleng berkaitan dengan tinggi metasentrik. Satu periode oleng lengkap adalah jangka waktu yang dibutuhkan mulai dari saat kapal tegak, miring ke kiri, tegak, miring ke kanan sampai kembali tegak kembali. Wakidjo (1972), menggambarkan hubungan antara tinggi metasentrik (GM) dengan periode oleng adalah dengan rumus : 
                                                          
dimana,   T  =  periode oleng dalam detik

B =  lebar kapal dalam meter 
Yang dimaksud dengan periode oleng disini adalah periode oleng alami (natural rolling) yaitu olengan kapal air yang tenang. 

(h). Pengaruh Permukaan Bebas (Free Surface Effect
Permukaan bebas terjadi di dalam kapal bila terdapat suatu permukaan cairan yang bergerak dengan bebas, bila kapal mengoleng di laut dan cairan di dalam tanki bergerak-gerak akibatnya titik berat cairan tadi tidak lagi berada di tempatnya semula. Titik G dari cairan tadi kini berada di atas cairan tadi, gejala ini disebut dengan kenaikan semu titik berat, dengan demikian perlu adanya koreksi terhadap nilai GM yang kita perhitungkan 
dari kenaikan semu titik berat cairan tadi pada saat kapal mengoleng sehingga diperoleh nilai GM yang efektif.  
Perhitungan untuk koreksi permukaan bebas dapat mempergunakan rumus 

                                              
dimana,  
gg1   =   pergeseran tegak titik G ke G1 
r      =  berat jenis di dalam tanki dibagi berat jenis cairan di luar   kapal  
l        =   panjang tanki  
b       =   lebar tanki  
W      =   displasemen kapal, (Rubianto, 1996) 

c. Rangkuman  
1. Sifat/kecenderungan atau kemampuan dari sebuah kapal untuk kembali kepada   kedudukan semula setelah mendapat senget karena gaya – gaya dari luar disebut stabilitas atau kesetimbangan. Stabilitas kapal terdiri stabilitas awal, satbilitas positif, Stabilitas netral dan (Neutral equilibrium) dan Stabilitas negatif (unstable equilibrium).

2. Dilihat dari sifatnya, stabilitas atau keseimbangan kapal dapat dibedakan menjadi dua
    jenis yaitu satbilitas statis dan stabilitas dinamis.   

3. Titik penting dalam perhitungan stabilitas kapal adalah titik berat (G), Titik
   apung/Centre of  Buoyarcy (B), dan Titik metasentrum / titik pusat meta/Meta center (M).
  
4. Stabilitas kapal sangatlah dipengaruhi oleh titik penting yang berkaitan dengan dimensi
   pokok kapal yaitu KM (Tinggi titik metasentris di atas lunas), KB (Tinggi Titik Apung dari
   Lunas), BM (Jarak Titik Apung ke Metasentris), KG (Tinggi Titik Berat dari Lunas) dan GM
   (Tinggi Metasentris) 
5. Apabila kapal miring karena gaya dari luar, maka timbullah sebuah momen yang
   dinamakan MOMEN PENERUS/ Heiling moment, sehingga kapal akan bertambah miring,
   kondisi demikian dapat terjadi pada kapal yang memiliki stabilitas negatif.  

6. Momen penegak adalah momen yang akan mengembalikan kapal ke kedudukan
    tegaknya setelah kapal miring karena gaya-gaya dari luar dan gaya-gaya tersebut tidak
    bekerja lagi 

7. Untuk kesetimbangan dan keselamatan kapal maka dalam menghitung Displacement
   (Berat benaman) atau berat kapal keseluruhan yang sama dengan berat zat cair yang
   dipindahkan oleh kapal tersebut dalam longston, maka sebaiknya perhatikan juga Hukum
   ARCHIMEDES.   
8. Dalam menghitung stabilitas perhatikan perbedaan antara Dead Weight Tonage (Bobot
   mati) atau DWT, Light Ship Displacement  (berat kapal kosong), Gross Register Tonnage
   (GRT) dan Net Register Tonnage (NRT).  

9. Dalam menghitung stabilitas kapal perlu juga diperhatikan beberapa keadaan stabilitas
    kapal kurang menguntungkan yaitu Kapal yang langsar/Tender dan Kapal yang
    kaku/Stiff.

10. Periode oleng berkaitan dengan tinggi metasentrik. Satu periode oleng lengkap adalah
     jangka waktu yang dibutuhkan mulai dari saat kapal tegak, miring ke kiri, tegak, miring
     ke kanan sampai kembali tegak kembali.

11. Permukaan bebas terjadi di dalam kapal bila terdapat suatu permukaan cairan yang
      bergerak dengan bebas dan bila kapal mengoleng di laut dan cairan di dalam tanki
     bergerak-gerak akibatnya titik berat cairan tadi tidak lagi berada di tempatnya semula.
     Dengan demikian maka titik G dari cairan tadi berpindah dan berada di atas cairan tadi.
     Dengan demikian perlu adanya koreksi terhadap nilai GM sehingga diperoleh nilai GM
     yang efektif. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar